Wonosobo yg dingin mulai basah oleh gerimis saat saya mulai mencari seorang ibu mantan TKI yang kabarnya kini menjadi juru masak sekaligus pemilik satu rumah makan yang cukup terkenal di Wonosobo. Meski gerimis berubah menjadi hujan, tak sulit menemukan Rumah Makan Mufit Duki yang berada di Jalan Banyumas KM9 Selonegoro, Selokromo, Wonosobo, Jawa Tengah.
Dari tempat parkir yang posisinya lebih tinggi, setiap pengunjung yang masuk dapat melihat deretan saung-saung bambu yang berkesan tradisional. Di belakang saung-saung tersebut terlihat pemandangan persawahan yang cukup luas. Seorang pelayan menyambut saya dengan ramah. Setelah menjelaskan maksud kedatangan saya, ia mengantar saya menuju dapur. Kholifah, seorang mantan TKI yang ingin saya temui sedang sibuk menyiapkan masakan untuk para tamu-tamunya, maklumlah saat saya datang bertepatan dengan saat jam makan siang. Mendekati dapur, aroma harum bumbu yang disiapkan begitu cepat tercium dan benar-benar mengundang selera.
“Saya dari dulu memang hobi masak,” kata Kholifah yang saat itu tengah menyiapkan gurame bakar bumbu asam manis. Kholifah meminta saya menunggunya di salah satu saung. Dia berjanji setelah menyelesaikan masakannya akan menemui saya untuk melakukan wawancara.
Tak ada yang menyangka bahwa Kholifah adalah pemilik rumah makan Mufit Duki yang memiliki menu andalan nasi liwet khas Jawa Tengah. Meski sebagai pemilik rumah makan tersebut, penampilan ibu tiga anak itu tetap sederhana. Suaranya ramah saat menemui saya yang menunggu di salah satu saung bambu.
“Maaf, pakaian saya kotor karena sibuk di dapur,” katanya membuka percakapan. Lalu seperti hujan yang masih deras turun, obrolan kami pun mengalir lancar.
Jadi TKI Karena Faktor Ekonomi
Sama seperti kebanyakan orang yang terpaksa berangkat bekerja ke luar negeri, alasan utama Kholifah berangkat menjadi TKI adalah alasan kesulitan ekonomi. Pekerjaannya di desa hanyalah bekerja membantu suaminya yang berprofesi sebagai petani. Tahun 1984 ia berangkat bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia.
“Kehidupan ekonomi kami saat itu memprihatinkan, saya cuma berpikir bagaimana bisa membantu penghasilan suami. Satu-satunya cara ya jadi TKI saja,” katanya mengenang awal keberangkatannya. “Saat itu saya juga kepingin membangun rumah yang layak,” sambungnya.
Tiga tahun bekerja sebagai pembantu rumah tangga di negeri orang, menurut Kholifah bukanlah waktu yang sebentar dan juga bukan hal yang mudah baginya. “Mungkin karena jauh dari keluarga, rasanya berat sekali saat itu,” terangnya.
Kholifah merasa bersyukur meski ia banyak mendengar pengalaman-pengalaman buruk TKI yang bekerja di Malaysia, namun ia tidak mengalami langsung perlakukan-perlakuan buruk dari majikannya. Bekerja di negeri orang menurutnya harus jujur dan rajin. Dua hal itulah yang ia lakukan selama menjadi PRT di Malaysia. Alhasil majikannya sangat sayang kepadanya bahkan ia telah dianggap sebagai keluarga oleh majikannya tersebut dan hingga kini tetap menjalin hubungan baik.
Jadi TKI Harus Punya Tujuan
Sepulangnya bekerja sebagai PRT di Malaysia, salah satu citanya-citanya tercapai, yaitu membangun rumah bagi keluarganya.
“Alhamdulilah, tabungan saya selama bekerja di Malaysia cukup untuk membangun rumah, meski bukan rumah mewah tapi kami senang,” katanya dengan bangga.
Hanya berselang 1 tahun setelah kepulangannya, Kholifah kembali berpikir untuk menjadi TKI dan bekerja di luar negeri. Meski hanya lulusan SD, namun Kholifah merasa pendidikan bagi anak-anaknya adalah hal yang sangat penting, hal itulah yang mendorongnya untuk kembali bekerja keluar negeri.
“Saya sangat ingin menyekolahkan anak-anak setinggi-tingginya selama saya mampu. Satu-satunya cara saat itu ya kerja keluar negeri jadi TKI,” ungkap Kholifah mengenai motivasinya untuk kembali bekerja menjadi TKI.
Tahun 1989 Kholifah kembali bekerja ke luar negeri menjadi pembantu rumah tangga, kali ini ia bekerja di Taiwan. Semangat yang sama seperti saat ia bekerja di Malaysia, yaitu bekerja dengan rajin dan jujur, tetap ia terapkan. Tak kurang dari 4 tahun ia bekerja di Taiwan.
Mengomentari banyaknya TKI yang gagal dan terpaksa berkali-kali terus bekerja ke luar negeri, Kholifah mengatakan pentingnya memiliki komitmen yang kuat. “Bekerja di luar negeri itu harus selalu ingat tujuan untuk apa kita kerja di luar negeri. Kalau gak punya tujuan, atau punya tujuan tapi dilupakan, pasti kita bisa gagal. Pulang gak punya apa-apa,” terangnya. Hal itu pula yang mendorong Kholifah untuk rajin menabung selama ia bekerja di Taiwan.
Buka Rumah Makan Karena Ancaman Anak
“Beberapa saat setelah pulang dari Taiwan, sebenarnya sempat berpikir untuk kembali lagi kerja ke luar negeri, tapi anak-anak saya mengancam gak mau sekolah jika saya tetap berangkat,” katanya sambil tertawa mengenang penolakan dari anak-anaknya.
Ancaman tersebut membuat Kholifah berpikir bahwa harus ada usaha yang bisa dilakukannya di kampung halamannya agar ia tak perlu lagi berangkat kerja ke luar negeri. Didukung kemahirannya memasak, Kholifah akhirnya memutuskan untuk membuka usaha rumah makan. Namun niatnya saat itu tak serta merta mudah terealisir. Barulah beberapa tahun kemudian, didukung dua orang adiknya yang salah satunya juga mantan TKI yang pernah bekerja di Taiwan, niat Kholifah akhirnya bisa diwujudkan.
“Rumah makan ini bisa buka dengan modal patungan. Tabungan saya dari kerja di Taiwan sekitar 30 juta saya taruh semua untuk modal buka rumah makan ini,” katanya dengan bangga. “sebenernya saya juga kuatir apakah ini berhasil atau gagal, tapi saya pikir saya gak bisa diam saja, harus ada yang dilakukan,” lanjut Kholifah lagi.
Kerja kerasnya bersama dua orang adiknya selama bertahun-tahun kini mulai memperlihatkan hasil. Rumah makannya sudah banyak dikenal banyak orang, baik orang dari Wonosobo sendiri, mapun orang dari luar Wonosobo. Rumah Makannya yang buka dari jam 7 pagi hingga jam 10 malam itu tak pernah sepi pengunjung.
“Normalnya sih kami tutup jam 10 malam, tapi kadang kalau ada tamu lebih dari jam itu, gak tega juga kalau kami tolak, maka kami akan tetap layani,” katanya sambil tertawa.
Kini sudah cukup masa bagi Kholifah untuk menjadi TKI dan bekerja di luar negeri. Kholifah kini lebih memilih bekerja di kampung halamannya dan bisa selalu dekat dengan keluarganya. Kholifah pun kini bisa bangga dengan profesinya sebagai juru masak sekaligus pemilik Rumah makan Mufit Duki. Lebih bangga lagi karena dari hasil kerja kerasnya dua orang anaknya telah lulus menjadi sarjana dan satu anaknya kini tengah merampungkan pendidikannya di akademi perawat. Kebanggaan yang tiada tara bagi seorang ibu tentunya.
sumber: kuliner majalah
sumber: kuliner majalah